Sabtu, 29 September 2018

10 Prinsip Dasar PAUD

1.Belajar melalui bermain
Pemberian rangsangan pendidikan dengan cara yang tepat melalui bermain, dapat memberikan pembelajaran yang bermakna pada anak.
Contoh: Meniup balon warna warni
-Mengenal warna.
-Mengelompokan warna
-Menhitung jumlah balon sesuai pengelompokan warna


2.Berorientasi pada perkembangan anak
Pendidik harus mampu mengembangkan semua aspek perkembangan sesuai dengan tahapan usia anak.


3.Berorientasi pada kebutuhan anak
Pendidik  harus  mampu  memberi  rangsangan  pendidikan  atau  stimulasi
sesuai dengan kebutuhan anak, termasuk anak-anak yang mempunyai kebutuhan khusus.


4.Berpusat ke anak
Pendidik  harus  menciptakan  suasana  yang  bisa  mendorong  semangat
belajar, motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, inovasi, dan kemandirian sesuai dengan karakteristik, minat, potensi, tingkat perkembangan, dan kebutuhan anak.


5.Pembelajaran aktif
Pendidik harus mampu menciptakan suasana yang mendorong anak aktif
mencari, menemukan, menentukan pilihan, mengemukakan pendapat, dan melakukan serta mengalami sendiri.
Contoh : Guru menyampaikan tema pembelajaran dan meminta anak untuk menywbutkan apa yang diketahuinya tentang tema pembelajaran tersebut. Misalnya Tema Binatang. Guru meminta anak menyebutkaan nama-nama binatang dan menirukam suaranya.

6.Berorientasi pada pengembangan nilai-nilai karakter
Pemberian rangsangan pendidikan diarahkan untuk mengembangkan nilai-
nilai yang membentuk karakter yang positif pada anak. Pengembangan nilai- nilai karakter tidak dengan pembelajaran langsung, akan tetapi melalui pembelajaran untuk mengembangkan kompetensi pengetahuan dan keterampilan serta melalui pembiasaan dan keteladanan.


7.Berorientasi pada pengembangan kecakapan hidup
Pemberian   rangsangan   pendidikan   diarahkan   untuk   mengembangkan
kemandirian anak. Pengembangan kecakapan hidup dilakukan secara terpadu baik melalui pembelajaran untuk mengembangkan kompetensi pengetahuan dan keterampilan maupun melalui pembiasaan dan keteladanan.
Contoh : melipat sendiri mukena setelah Sholat di Mesjid, membiasakan menyimpan sendiri sepatu di rak sepatu yang sudah disediakan, menyimpan kembali majalah atau buku di loker masing-masing.

8.Didukung oleh lingkungan yang kondusif
Lingkungan   pembelajaran   diciptakan   sedemikian   rupa   agar   menarik,
menyenangkan, aman, dan nyaman bagi anak. Penataan ruang diatur agar anak dapat berinteraksi dengan pendidik, pengasuh, dan anak lain.
Contoh : lokasinya jauh dari jalan raya, ruang belajarnya bersih dan rapi, alat/media belajarnya bersih tidak memgandung bahan yang berbahaya.

9.Berorientasi pada pembelajaran yang demokratis
Pembelajaran yang demokratis sangat diperlukan untuk mengembangkan
rasa saling menghargai   antara anak dengan pendidik, dan antara anak dengan anak lain.
Contoh : memasukan air kedalam botol, anak bebas melakukannya dengan atau tanpa bantuan corong.

10.Pemanfaatan media belajar, sumber belajar dan narasumber
Penggunaan media belajar, sumber belajar, dan narasumber yang ada di lingkungan  PAUD bertujuan agar  pembelajaran lebih kontekstual dan bermakna.
Contoh : membuat miniatur rumah dari kardus bekas, membuat burung dari origami. Melibatkan polisi dokter nelayan petani untuk menjadi narasumber pada tema profesi.

Landasan Filosofis PAUD

1. Johann Heinrich Pestalozzi
Pestalozzi berpandangan bahwa anak pada dasarnya memiliki pembawaan yang baik. Potensi-potensi yang dimiliki seorang anak dapat dikembangkan melalui berbagai pengalaman, pemberian stimulus oleh orang dewasa, juga lingkungan terutama lingkungan keluarga yang memiliki pengaruh besar terhadap pembentukan kepribadian anak pada awal kehidupannya.


2. Maria Montessori
Montessori memandang perkembangan anak usia prasekolah sebagai suatu proses yang berkesinambungan. Ia memahami bahwa pendidikan merupakan aktifitas diri yang mengarah pada pembentukan disiplin pribadi, kemandirian dan pengarahan diri.
Menurut Montessori persepsi anak tentang dunia merupakan dasar dari ilmu pengetahuan yang dapat dikembangkan melalui pemberian stimulus dan rangsangan. Montessori juga menyatakan bahwa dalam masa perkembangan anak terdapat masa peka yang berbeda antara anak yang satu dengan yang lainnya. Disanalan peran orang tua atau guru diperlukan untuk mengamati dengan teliti timbulnya masa peka pada seorang anak.


3. Freobel
Froebel menyatakan pemtingnya pendidikan keluarga sebagai pemdidikan pertama bagi anak dalam kehidupannya karena kkehidupan yang sialami anak pada masa kecilnya menentukan kehidupannya dimasa depan.
Froebel memandang pendidikan dapat membantu perkembangan anak secara wajar. Pendidikan dan pengasuahan yang tepar daru sekolah maupun dari keluarga akan membantu anak berkembang secara wajar mengikuti hukumnya sendiri.


4. JJ. Rousseau
JJ. Rousseau berkeyakinan bahwa seorang ibu mampu menjamin pendidikan anaknya secara alamiah. Prinsipmya terhadap pendidikan anak adalah membaeri kebebasan kepada anak untuk berkembang secara alami.


5.Jean Piaget dan Lev Vigotsky

Jean Piaget dan Lev Vigotsky meyakini paham konstruktivis. Paham ini memiliki asumsibahwa anak adalah pembangun pengetahuan yang aktif.
Jean piaget dan Lev Vigotsky lebih menekankN kegiatan bermain sebagai sarana untuk pemdidikan anak. Terutama yang berkaitan dengan aktifitas berfikir
.

6. Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara memandang anak sebagai kodrat alami yang memiliki pembawaan mazing-masing. Anak memiliki hak menentukan apa yang baik untuk dirinya.
Menurut Ki Hajar Dewantara pendisikan tidak mengubah dasar pembawaan anak, kecuali memberikan tuntunan agar kodrat bawaan tersebut  tumbuh berkembang kearah yang lebih baik.

Contoh Kasus pada Anak Berkebutuhan Khusus di Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

KASUS 1
         Jika ada yang sering “tantrum” , mendaftar ke tempat anda, sedangkan anda merasa belum pernah menangani kasus seperti itu, sementara hanya lembaga anda yang menyelenggarakan PAUD di Desa tersebut, sikap apa yang akan anda ambil terhadap anak tersebut.
JAWAB
- saya akan menerima anak tersebut ikut sekolah di sini jika memang secara usia fisik  & usia mental sudah memenuhi (secara keseluruhan). Adapun hambatan kecil dari tantrumnya akan dicoba untuk ditangani di sekolah.
- Saya sebagai guru akan mengajak kesepakatan dengan orang tua anak, karena pada beberapa interaksi & program penanganan, agak dibedakan, anak ini agak dispesialkan, terutama saat perilaku tantrumnya muncul nanti.
- Saya akan meminta persetujuan, jika suatu saat guru nampak kesukitan dlm penanganan, atau anak sama sekali belum menunjukkan perkembangan, agar orang tua berlapang dada anak nya dilepas di sekolah saya, demi kebaikan bersama.
KASUS 2
         Di tempat anda setelah 1 semester ternyata ditemukan anak yang hyperaktif. Jika sedang tantrum anda sendiri sebagai gurunya cukup kewalahan. Sampai menjelang perpindahan ke semester baru anda belum dapat mengendalikan anak tersebut. Jika menghadapi situasi seperti ini, apa yang akan anda lakukan?
JAWAB
- Dicoba dulu, anak semester kedua tetap ikut belajar di sekolah, tapi anaknya sambil ditangani oleh klinik atau lembaga khusus terapi ABK. Pada evaluasi akhir semester 1, saya akan menyarankan orang tua untuk ikut penanganan terapi di sebuah klinik, dokter, atau lainnya di semester dua. Disamping ditangani oleh klinik, sekolah juga akan ikut melakukan penanganan kepada anak. Sekolah akan berkomunikasi dengan pihak klinik (pihak ahli) perihal bagaimana tips penanganan anak hiperaktif saat di kelas.
- Jika dalam jangka waktu yang lama anak belum ada perkembangan pada kasus hiperaktifnya, maka secara bijaksana kami akan melepas anak kepada orang tuanya, dengan alasan kebaikan bersama. Sebab pihak sekolah juga perlu memberikan energi total bagi siswa siswi lain agar terperhatikan dengan fokus, sebagaimana kita ketahui bahwa para guru akan sangat terposir energinys untuk anak ABK ini, dan hal ini dapat merugikan hak-hak anak didik lain.
KASUS 3
         Di awal tahun ajaran anda sudah menerima anak dengan masalah “hyperaktif”. Ternyata setiap hari anak tersebut selalu membuat masalah, mencubit temannya hingga menangis, memukul temannya, memecahkan kaca jendela, dan banyak ulah lainnya. Akibat ulahnya tersebut ada beberapa orang tua yang mengeluh karena anaknya merasa terganggu oleh anak tersebut. Beberapa orang tua meminta anda untuk mengeluarkan anak tersebut. Sikap dan tindakan apa yang akan anda lakukan?
JAWAB
- Karena kondisinya sudah sedemikian tidak kondusif di kelas, maka keluhan para orang tua, akan saya sambut & respon dengan jawaban "Ya, kami akan merencanakan opsi untuk mengeluarkan anak berkebutuhan tersebut demi kebaikan anaak lainnya, karena memang hal demikian dapat mengorbankan hak hak anak lain untuk merasa nyaman saat di sekolah. Opsi memberhentikan anak ABK tersebut akan kami lakukan. Namun pelaksanaan opsi tersebut tidak secara langsung. Namun kami pihak sekolah akan memberikan seklai lagi kesempatan anak untuk mencoba mengikuti kegiatan belajar, tentunya dengan posisi belajar yang agak  dirubah dan berbeda dari sebelumnya. Kami akan memperbanyak jadwal individu anak (sendirian) dalam proses KBM. Nah, jika anak ternyata bisa berubah jadi kondusif (patuh, bagus ke temannya, fokus dlm belajar), maka anak tersebut tidak jadi kita keluarkan sebab sudah tidak merugikan anak yang lainnya. Namun, jika selama itu, anak masih menampakkan perilaku tidak kondusif, terutama sikap agresifnya, maka opsi "mengeluarkan" yang telah direncanakan akan kami lakukan, anak akan kami lepas dari sekolah.
- Dalam proses memberhentikan anak ABK tersebut, kami akan sampaikan kepada orang tua anak ABK ini tentang alasan alasan, data data perilaku anak, serta dampak buruknya pada banyak hal. Dengan alasan itu pihak sekolah terpaksa harus memberhentikan anak dari daftar siswa di sini.
- Kami juga akan sampaikan kepada pihak orang tua anak ABK, bahwa pihak sekolah sudah berusaha bersikap adil untuk memberikan hak hak belajar anak ABK ini, namun banyak ketidak efektifan di lapangan, sehingga kami harus menyerahkan anak kepada orang tuanya (dikeluarkan). Hal ini kami sampaikan agar ortu anak bisa faham posisi sekolah yang serba salah. Sehingga dengan demikian pihak ortu bisa memahami, dna tidak salah faham.
KASUS 4
        Jika di lokasi anda ada anak yang down syndrome, sikap dan tindakan apa yang akan anda lakukan untuk membantu anak tersebut dalam kegiatan belajar?
JAWAB
- Jika ada anak down syndrome di sekolah kami, kami akan mencoba mengetahui dulu, kondisi atau kadar down syndrome yang dialami anak. Apakah kasus nya ringan, ataukah sedang, ataukah berat.
- Untuk mengetahui kadar kasus di atas. Kami akan tanyakan kepada pihak orang tua, ttg hasil diagnosa tertulis anak, apakah diagnosanya termasuk ringan, sedang ataukah berat.
- Jika diagnosanya ringan, maka akan kami terima
- JIka diagnosanya sedang atau berat, maka kami tentu akan menolak hal ini, sebab kasus yang demikian di luar kemampuan kami untuk menghadapi kekurangan kekurangan yg ada pada anak. Seperti IQ yang di bawah dasar, perilaku interaksi yang masih buruk, kemampuan bicara yang belum ada, hal demikian sangat tidak relevan untuk mengejar kurikulum di sekolah tingkat PAUD.
- Namun, jika orang tua yang anak berat ini, mereka memberikan asumsi, bahwa "anak ku sekolah hanya ingin ikut sosialisasi saja, gak apa apa ketinggalan dalam banyak pelajaran pun"... maka jika ada asumsi begitu, kami bisa menerimanya. Namun tentu dengan banyak catatan dan kesepakatan. Ornag tua harus siap anaknya diperlakukan agak berbeda, orang tua harus siap anak mengalami perlakuan yang kurnag bagus dari anak lain yg belum faham, ornag tua harus siap jika para orang tua lain yang megalami ketidaknyamanan, dan ornag tua harus siap jika anaknya pada posisi sulit berkembang harus diberhentikan nanti. Jika orang tua sepakat dengan poin tadi, maka kami persilahkan untuk mengikuti KBM di sini.
KASUS 5
        Andi adalah seorang anak yang berusia 8 tahun. Dia telah terdaftar selama 2 tahun sebagai siswa di kelompok belajar anda. Berdasarkan informasi dari orang tuanya, hasil diagnose dokter menunjukkan bahwa kemampuan Andi setara dengan anak usia 3 tahun. Orang tua Andi meminta bantuan anda untuk melatih Andi agar siap masuk ke Sekolah Dasar pada tahun ajaran baru karena usianya sudah lebih dari 7 tahun. Apa sikap dan tindakan anda menghadapi situasi tersebut?
JAWAB
- Kasus Andi ini merupakan kasus anjloknya mental, (bagian dari kasus retardasi mental). Usia fisik 8 Tahun namun kemampuan mental baru 3 tahun. Itu artinya kita pendidik butuh menaikkan kemampuan mental andi minus 5 tahun itu (8-3 = tertinggal 5 tahun). Pertanyaannya, "apakah kita guru umum mampu mengejar ketertinggalan 5 tahun mental tersebut? apalagi tahun ajaran baru tinggal beberapa bulan ke depan. tentu tidak bisa, sebab mengobati ketertinggalan 5 tahun mental, itu tidak cukup 1 atau 2 tahun, tapi terbilang lama bahkan jauh lebih lama.
- Intinya, kita harus tegas dan realistis menjawab "maaf kami tidak bisa melakukan itu, sebab yang demikian merupakan kasus yang memerlukan waktu lama".

10 KALIMAT NEGATIF YANG MERUSAK MENTAL ANAK

Hati-hatilah mengucapkan perkataan-perkataan yang kurang mengenakan ataupun perkataan negatif di bawah ini karena akibatnya di kemudian hari bisa membuat anak trauma dan mempengaruhi mental mereka. Pada dasarnya, kata negatif ataupun kalimat yang disampaikan dengan cara negatif berupa teriakan, bentakan disertai ekspresi negatif bisa bedampak juga pada psikologi anak tersebut.
Apalagi anak yang sudah mampu mengenali ekspresi wajah bahkan sebelum mereka mampu berkomunikasi. Artinya bahwa perkataan negatif yang disampaikan ke anak sejak masih bayi pun mampu memberikan dampak psikologis tertentu kepada anak.
Yang membedakannya dengan anak yang lebih besar adalah anak-anak dengan usia 2 tahun ke atas sudah mampu merespon balik ucapan orangtua. Sementara itu pada saat masih bayi tidak demikian.
Jadi, pada saat orangtua berteriak kepada anak yang lebih besar, si anak mungkin saja bisa membalas teriakan tersebut. Hal itu tergantung dari watak dan didikan sejak dini.
Ada banyak faktor yang bisa memicu kenapa orantua mengucapkan kalimat negatif kepada anak. Mulai dari kebiasaan orangtua sendiri yang sering melontarkan kata-kata kasar hingga faktor emosional.
Adapun untuk anak-anak usia dini, kebanyakan orangtua 'kelepasan' mengucapkan kata-kata kasar lebih disebabkan karena beban emosional semisal kelelahan atau sedang menghadapi permasalahan tertentu.
Berikut ini ada sepuluh kata-kata negatif yang sering diucapkan oleh orangtua di Indonesia yang mampu mempengaruhi mental mereka nanti.
1. Aduh, masa anak Mama lambat seperti ini, sih.
Ketika mendengar perkataan ini, tentu saja anak akan merasa sangat sedih sekalipun ungkapan kesedihan tidak langsung ditampilkan atau tampak pada anak.
2. Malu donk, Wawan saja berani. Masa kamu kagak?
Terus menerus dibandingkan dengan anak lain, dia akan merasa sedih dan jengkel. Bahkan kita pun yang sudah dewasa jika diperlakukan demikian juga akan merasa sama.
3. Kamu ini anak siapa sih? Mama nggak punya anak seperti ini.
Perkataan seperti ini juga akan melukai hati anak. Apalagi jika sudah menyangkut tentang pengakuan sebagai orangtua anak. Anak akan merasa dirinya sudah tidak lagi disayang sama orangtuanya.
4. Kamu tuh ya, selalu nggak pernah dengerin omongan Mama dan Papa.
Ucapan seperti ini efeknya lebih mirip seperti efek memberikan larangan kepada anak. Akibatnya, anak akan menjadi ragu untuk melakukan sesuatu karena merasa setiap perilakunya selalu dikritik orangtua.
5. Dasar anak bandel...!
Label negatif lagi dan kalau terus menerus seperti ini, bisa-bisa anak akan berpikir memang seperti yang disebutkan oleh orangtuanya tadi. Bisa jadi berperilaku sesuai dengan label yang diberikan.
6. Kamu kok jorok sih seperti ayah.
Jangan sampai anak Anda berpikir dan berperilaku seperti yang diucapkan oleh salah satu orangtuanya.
7. Kamu diam saja di rumah. Tidak usah ikut.
Membuat anak merasa dirinya seperti ditolak dan tidak disayang serta bisa menumbuhkan rasa takut dalam diri anak.
8. Bukan begitu caranya, sini biar ibu saja yang mengerjakan. Begitu saja kok tidak bisa.
Ini yang mana orangtua terlalu ikut campur atau melakukan intervensi atas hal yang dilakukan oleh anak, sehingga bisa mengambat rasa percaya diri anak.
9. Jangan cengeng, jangan manja, kamu kan sudah besar.
Jangan salah, perilaku anak yang menangis merupakan ekspresi dari kekecewaan dan merupakan salah satu cara anak untuk mengungkapkan bentuk rasa kecewanya.
10. Kamu bicara apa sih? Mama tidak ngerti. Sudah diam saja.
Duh, ucapan yang kayak gini bisa membuat anak merasa ditolak dan tidak dihargai sekaligus juga dapat menghambat rasa percaya diri anak.
Dalam diri anak akan timbul rasa takut karena karena sering dibentak dan diprotes atas perilaku tertentu yang ia kerjakan. Anak juga dapat menarik diri untuk menghindari situasi dimana ia bisa kembali diprotes lagi nantinya.
Sebagai orangtua, sebisa mungkin bisa mengontrol emosinya agar bisa menghindari perkataan negatif yang secara tak sadar sering keceplosan atau kelepasan kata-kata negatif.